Anggota DPRD Sumut Dr. Poaradda Nababan Sp.B : Anggaran BPJS Kesehatan Sengaja Dibuat Defisit
PATROLINEWS.COM, Medan – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang bertugas sebagai penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat dinilai telah berubah fungsi sebagai pembuat regulator. Selain itu, sistem pengobatan yang berjenjang dan berbelit-belit membuat biaya perobatan menjadi membengkak. Hal itu menjadi biang penyebab anggaran BPJS kesehatan menjadi defisit.
Demikian disampaikan Anggota Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara Dr Poaradda Nababan, Sp.B saat dimintai tanggapannya terkait defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan, Selasa (3/12/2019).
Alasannya, menurut Poaradda Nababan, sesuai fakta lapangan, banyak masyarakat yang tidak memiliki kartu BPJS akan mengurus kartunya ketika hendak berobat. Dan sebaliknya, bila selesai berobat lalu masyarakat tersebut tidak melanjutkan pembayaran iuran BPJS nya.
“Pasti dihitungnya, sebulan sebelum mau berobat, masyarakat itu baru mengurus kartu BPJS Kesehatan-nya. karena syaratnya 14 hari kerja dulu baru bisa digunakan. Selesai berobat tidak dibayarnya. Itu fakta yang terjadi di masyarakat,” jelasnya.
Selain itu, mantan dokter spesialis bedah ini mengatakan, sistem pelayanan yang berbelit-belit juga membuat pembayaran BPJS ke rumah sakit menjadi membengkak.
“Pasien BPJS setelah 4 hari di rumah sakit maka aka disuruh pulang lalu pasien itu kembali lagi ke rumah sakit untuk penanganan lanjutan penyakitnya. Jadi sengaja diperpanjang mata rantai penangan pasiennya. Dan rumah sakit terpaksa mengikuti aturan itu agar dapat mengklaim biaya pengobatannya pasien,” ujarnya.
Sambung Poaradda lagi, sistem perujukan dari rumah sakit tipe C lalu ke rumah sakit tipe B seharusnya tidak perlu karena hanya membuat terjadinya pemborosan anggaran BPJS Kesehatan saja. Padahal, bila anggaran itu ditambahkan untuk rumah sakit tipe C maka dapat menghemat anggaran.
“Contohnya, bila ada pasien penderita Apendiks (usus buntu) pecah, karena plafon BPJS tidak cukup untuk ditangani di rumah sakit tipe C, terpaksa pasien itu kita rujuk ke rumah sakit tipe B. Padahal kemampuan dokter di rumah sakit tipe C mampu menangani penyakit tersebut. Namun karena anggaran yang diberikan tak mencukupi terpaksa kita rujuk ke tipe B. Kan menjadi pemborosan ini namanya. Jadi bertambah lagi biaya ngirim pasien dengan ambulans,” tukasnya.
Parahnya, sistem pembayaran BPJS Kesehatan ke rumah sakit yang begitu lama dan berbelit-belit membuat banyak rumah sakit menjadi tutup.
“Seharusnya pemerintah juga melihat persoalan ini. Jangan menambah masalah baru, agar tidak semakin bertambah jumlah rumah sakit yang tutup dan menambah pengangguran di bidang medis ,” pungkasnya.
Tidak Ada Pengawasan
Politisi PDI Perjuangan ini juga mengatakan, penyebab terjadinya defisit anggaran dikarenakan tidak adanya pengawasan dari BPJS Kesehatan selaku penyelenggara jaminan sosial kesehatan masyarakat.
“BPJS kesehatan selama ini hanya sebagai pelaksana saja dan tidak pernah perduli terhadap penyebab terjadinya defisit dilembaganya. Padahal sebagai pelaksana, harusnya BPJS bertanggungjawab melakukan pengawasan. Namanya mereka pelaksana penjamin kesehatan masyarakat. Artinya, dilapangan BPJS Kesehatan tidak pernah melakukan penilaian, hanya lewat begitu saja,” beber Anggota DPRD Sumut asal daerah pemilihan Sumatera Utara VI ini.
Lanjut Poaradda, kelemahan dan perbaikan untuk kinerja BPJS Kesehatan telah disampaikan langsung Komisi E DPRD Sumut ke Kementerian Kesehatan.
“Jadi semua pelaksana BPJS Kesehatan ini sudah perlu dilakukan reorganisasi ulang.Mereka tidak pernah memberitahukan apa saja temuan fakta dilapangan yang menyebabkan defisit anggaran itu, sehingga tidak ada perbaikan sistem untuk pencegahan agar tidak defisit. Hal ini juga sudah kita sampaikan ke Menteri Kesehatan baru-baru ini. Jadi BPJS kesehatan ini hanya datang, lihat dan menjalankan tugas administrasinya. Mereka tidak perduli kekacauan itu semua,” tandasnya.
Poaradda secara tegas menyebutkan BPJS kesehatan telah melakukan penipuan sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Ini namanya penipuan yang dilakukan BPJS Kesehatan, bukan rumah sakitnya. Apalagi sekarang tidak ada perwakilan BPJS Kesehatan disetiap rumah sakit. Sehingga sering terjadi masalah antara pasien dan rumah sakit. Jadi defisit anggaran BPJS Kesehatan sengaja dibuat mereka sendiri. Ya alasannya semua persoalan yang kita sampaikan itu” tegasnya.
“BPJS Kesehatan ini sekarang sering berubah fungsinya menjadi regulator padahal yang sebagai regulator itu adalah Kementerian Kesehatan. Dia (BPJS kesehatan) tidak berhak membuat regulasi. Hal itu juga kita sampaikan ke BPJS kesehatan pusat sewaktu kita melakukan kunjungan kerja kesana kemarin,” tambah Poaradda.
Poaradda menyarankan, agar BPJS kesehatan memperbaiki kinerja dan sistem pelayanannya bukan hanya menaikkan tarif iuran saja.
“Penanganannya bukan hanya menaikkan iuran tetapi juga melakukan perbaikan sistem kerja dan pelayanan yang menyebabkan kebocoran itu. Sebenarnya BPJS kesehatan tahu mengatasi itu, tetapi ya itu tadi, sengaja dibuat pasien itu keluar masuk akhirnya terjadi pemborosan,” terangnya.
Pun demikian, Poaradda menyetujui rencana kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan dilakukan untuk mengurangi defisit anggaran tetapi dengan tetap memperbaiki sistem pelayanan kedepannya.
Sementara, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut dan Aceh, Mariamah tampak menghindar saat dikonfirmasi awak media.
“Nanti-nanti ya, ada acara lagi,” ujarnya sambil tergesa-gesa berjalan menghindari para awak media usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi E DPRD Sumut, Selasa (3/13/2019). (Fernando)