PATROLINEWS.COM, Jakarta – Ratusan wartawan dari berbagai penjuru tanah air yang tergabung dari berbagai organisasi pers menggeruduk Kantor Dewan Pers dengan menghadiahi keranda mayat, Rabu (4/7/2018) pagi . Aksi itu dilakukan sebagai simbol atas matinya hati nurani Dewan Pers yang selama ini dinilai tidak memihak kepada wartawan.
Aksi keprihatinan ratusan wartawan itu dilakukan di dua lokasi berbeda di Jakarta dengan diwarnai aksi tutup mulut dengan lakban. Anehnya, seluruh anggota Dewan Pers ketakutan dan melarikan diri. Perwakilan wartawan hanya diterima oleh staf biasa pegawai sekretariat Dewan Pers, dari Kementrian Kominfo. Tak satu pun yang berani menemui wartawan dengan alasan yang tak jelas. Terlebih, ketika keranda mayat yang dibawa tembus hingga ke lantai 8 markas Dewan Pers beroperasi.
Suasana mencekam memenuhi seluruh ruangan tersebut menggambarkan jeritan duka wartawan yang selama ini merasa dizalimi, dipenjara dan bahkan hingga berujung nyawa.
“Mereka semua (anggota Dewan Pers) itu pengecut. Hanya berani membuat rekomendasi kriminalisasi terhadap wartawan. Hati nuraninya sudah dimakan oleh keangkuhan lembaga arogan, meski nyawa seorang tak berdosa melayang sia-sia,” ungkap Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO) Marlon Brando kepada wartawan disela aksi, Rabu (4/7/2018) pagi di gedung Dewan Pers.
Aksi damai ratusan jurnalis yang dipimpin Koordinator Lapangan Feri Rusdiono dari Ikatan Penulis Jurnalis Inonesia (IPJI) selanjutnya bergerak menuju gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memberi dukungan moril kepada Majelis Hakim yang sedang menyidangkan perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dilayangkan Ketua Umum DPP Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI) Hence Mandagi dan Ketua Umum DPN Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke.
Massa juga meminta agar kedua organisasi penggugat Dewan Pers itu turut melakukan orasi di depan gedung PN Jakarta Pusat.
Dalam orasinya, Ketua Umum DPN PPWI, Wilson Lalengke menegaskan, kehadiran seluruh peserta aksi adalah wujud pernyataan duka cita yang mendalam kepada, tidak saja keluarga almarhum M Yusuf, juga kepada seluruh wartawan Indonesia yang tinggal menunggu giliran dikriminalisasi, dibui, dimatikan, dan diperlakukan tidak seharusnya oleh oknum-oknum di Dewan Pers.
Sedangkan Ketua Umum DPP SPRI Hence Mandagi mengajak seluruh komponen wartawan di berbagai daerah untuk bersatu menyuarakan perjuangan perlawanan terhadap kriminalisasi pers.
Aksi masa “TOLAK KRIMINALISASI PERS INDONESIA” ini dihadiri langsung oleh sejumlah ketua umum organisasi pers, diantaranya Ketum JMN Helmy Romdhoni, Ketum IPJI Taufiq Rahman, Ketum FPII Kasihhati, Ketum KWRI Ozzy Silaiman, Ketum IMO Marlon Brando, Ketum KOWAPPI Hans Kawengian, Ketua PWRI Rinaldo, Sekjen AWDI Budi, Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Suryanto dan Sekjen DPP SPRI Edi Anwar.
Terpisah, pada sidang yang ke lima gugatan PMH yang berlangsung di PN Jakarta Pusat diwarnai adu argumen antara kuasa hukum penggugat Dolfie Rompas dengan kuasa hukum dari Dewan Pers M Dyah.
Rompas menyatakan keberatan atas pertanyaan M Dyah yang masih saja mempersoalkan soal keabsahan dokumen legalitas PPWI yang tidak dicap basah, padahal pengesahan organisasi berbadan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM RI bersifat online dan barcode system yang sangat mudah diakses melalui situs resmi KemenkumHAM.
Menanggapi hal ini, Lalengke selaku penggugat mempertanyakan profesionalisme kuasa hukum Dewan Pers.
“Kuasa hukum Dewan Pers itu abal-abal. Masakan tidak mengerti sistem administrasi pengesahan badan hukum di Kemenkumham,” tandas alumni Lemhanas RI ini, usai persidangan. (*/ril)