Legislator PKS Ajak Ummat Doakan Menag Diberikan Hidayah
PATROLINEWS.COM, Medan – Polemik dan kontroversi adanya surat edaran dikeluarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI sepekan belakangan ini terus bergulir, hingga membuat suasana di masyarakat menjadi resah. Bahkan semakin ramai ditambah pernyataan Menag Yaqut Cholil Qoumas, yang terkesan membandingkan suara azan melalui pengeras suara atau toa dengan gonggongan anjing.
Menyikapi itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut membidangi Hukum dan Pemerintahan, Hendro Susanto menyatakan seharusnya Menag Yaqut Cholil bertangggung jawab untuk menghadirkan suasana kondusif di masyarakat. “Bukan sebaliknya,”ungkap Legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini dalam keterangannya Sabtu (26/2/2022) di Medan .
“Masa suara azan dibilang mirip suara lainnya, itukan keliru menganalogikannya,” imbuh Hendro yang juga Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut, dapil Kota Binjai dan Kabupaten Langkat.
Hendro mengaku bahwa terkait Surat Edaran Kemenag Nomor 05 tahun 2022 pihaknya akan mengupas sedikit tentang derajat surat tersebut, agar publik dan masayarkat tahu dan paham. “Yakni apakah ini wajib dijalankan atau sebaliknya,”pungkas Hendro.
Menurut Hendro, surat edaran Menag itu dalam tinjauan hukumnya berdasarkan hirarki perundang undangan tidak masuk, sebagaimana hal itu termuat dalam UU No.12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang undangan.Dalam uu no 12 thn 2011, dijelaskan terkait Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Jadi menurut Hendro produk hukum dalam bentuk ” Surat Edaran” baik sebelum maupun sesudah berlakunya UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan-pembentukan peraturan perundang-undangan tidak dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan. Sebab Surat Edarn kedudukannya bukan sebagai peraturan perundangan-undangan, dengan demikian keberadaannya sama sekali tidak terikat dengan ketentuan UU no. 12 tahun 2011.
“Mengingat isi surat edaran hanya berupa pemberitahun, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan Menteri, apalagi Perpres atau PP,”tegas Hendro.
Lebih lanjut Hendro mengaku sejak surat edaran itu menjadi polemik, tokoh masyarakat, pemuka agama, ormas banyak menghubunginya selaku perwakilan masyarakat dari Binjai dan Langkat untuk disuarakan. Untuk itu Hendro sebagai wakil rakyat mengajak masyarakat untuk mendoakan Menteri Agama agar diberi hidayah dan fokus pada menjaga suasana harmonis antar umat beragama. (Pnc-1)