Sutrisno Pangaribuan : Mutasi Pejabat Eselon Lonceng Kematian ASN

Lapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara

PATROLINEWS.COM, Medan – Wakil Ketua Fraksi Partai PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara Sutrisno Pangaribuan, ST menilai mutasi dan pelantikan pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) yang dilakukan Gubsu Edy Rahmayadi hanyalah berdasarkan faktor subjektif.

“Sudah faktor subjektif, sejak kemarin telah melakukan rotasi, dimana ada pejabat eselon II yang dinonjobkan lalu dikumpulkan di satu OPD. Padahal, disaat yang sama ada OPD yang kosong kepala dinasnya. Menonjobkan seseorang tidak boleh berdasarkan like or dislike, pengasosiasian-pengasosiasian politik misalnya karena orangnya si X, si Y atau si Z . Seharusnya berdasarkan pengukuran kinerjanya, apakah dia masih mampu atau tidak memimpin OPD. Umumkan kalau memang ada, buat kriterianya. Jadi semua berdasarkan aturan-aturan dan ketentuan yang ada,” ungkap Sutrisno kepada awak media diruangan kerjanya, Senin (17/6/2019) malam saat dimintai tanggapannya terkait pelantikan dan mutasi di lingkungan Pemprovsu.

Lanjut Sutrisno menilai jenderal bintang 3 yang menjadi pejabat sipil dan kini menjadi gubernur tidak seharusnya mengurusi pejabat eselon III lagi.

“Seharusnya yang melantik eselon III adalah kepala dinas. Dia (gubsu,red) tadi malah melantik eselon III, lalu martabat seperti apa yang ditawarkan dengan tata kelola pemerintah seperti ini. Bayangkanlah eselon III itu dia yang melantik, apalah kepentingannya dan juga dasar alasan mutasi pejabat eselon II yang telah dilakukan Gubsu Edy Rahmayadi pada Selasa (7/5/2019) lalu,” terangnya.

Padahal jelas politisi muda Partai PDI Perjuangan ini mengatakan para pejabat eselon II yang dimutasi itu sebelumnya telah terpilih melalui proses lelang jabatan pada masa gubernur lama (Tengku Erry Nuradi).

“Tidak boleh gubernur baru menihilkan sebuah proses lelang yang dilakukan oleh gubernur sebelumnya. Karena bukan orangnya yang melakukan lelang melainkan kelembagaan gubernur. Kelembagaan-kelembagaan pemerintah provinsikan melalui Sekda dan institusi. Misalnya yang terjadi pada Ilyas Sitorus (mantan Kabiro Humas dan Keprotokolan), Ferlin Nainggolan (mantan Kadis Perpustakaan dan Arsip Daerah), Eric Aruan (mantan Kepala Biro Administrasi Pembangunan Setda Provsu) atau pejabat-pejabat eselon II lainnya. Lalu atas dasar apa Dia (gubsu,red) mencopot?,” tukasnya heran.

Mantan aktivis mahasiswa ini juga berharap rekan kerjanya yakni Komisi A DPRD Sumut dapat segera memanggil Kepala BKD Pemprovsu untuk mempertanyakan proses pemilihan itu hingga dilantik.

“Sayangnya teman-teman komisi A, mungkin karena berita abang buat bahwa tidak ada terpilih lagi satupun pada Pemilu kemarin, maka mereka tidak langsung memanggil. Panggil dong kepala BKD nya karena pasti ada proses di BKD, apa yang terjadi disana. Tidak bisa sesukanya ini, ini lembaga pemerintahan ini, gak boleh itu. Yang ditampilkan Edy Rahmayadi adalah faktor subjektifitas bukan lagi faktor objektifitas,” tegasnya.

Sumut Bermartabat Pepesan Kosong

Sutrisno Pangaribuan menyerakan, bila Gubernur memang benar hendak melakukan rotasi demi memperbaiki pelayanan di lingkungan Pemprovsu,maka seharusnya Gubernur melengkapi struktur pemerintahan yang kosong.

“Kalau kebutuhan pelayanan, harusnya dilengkapi dulu struktur pemerintahan yang kosong maka orang yang kurang gesit dan tidak bisa mengikuti irama kerja gubernur bisa diganti. Tapi yang beliau lakukan justru mencopot dan menempatkan di satu tempat. Bahkan ada pejabat yang dicopot di dinas itu jadi staffungsional disitu, seperti mantan kadis Ferlin dan Zein yang ditempakan di dinas itu juga,” sarannya.

Namun, lanjutnya, kalau cara gubernur seperti itu, biar saja Edy Rahmayadi merangkap sebagai kepala dinas. Sumut bermartabat itu sudah ditunjukkan hanya sebagai pepesan kosong saja.

Sutrisno mengatakan bahwa kritikan yang dilakukannya kepada gubernur bukanlah berdasarkan subjektif pribadinya melainkan demi memberikan perbaikan sistem pemerintahan di Sumatera Utara.

“Jadi penilain saya terhadap kinerja gubernur bukan karena subjektif, yang patut kita apreasiasi kita akan apresiasi. Sayangnya belum ada yang dapat kita apreasiasi, malah asbun, aneh ini kan. Kita belum memiliki gubernur yang kapasitasnya sama dengan Ahok (mantan Gubernur DKI). Pejabat-pejabat birokrat akan sangat ditentukan oleh top leadernya,” tukasnya.

Politisi vokal yang dikenal sering mengadvokasi keluhan masyarakat ini menegaskan, gubernur tidak memiliki hak prerogatif seperti yang dimiliki presiden untuk melakukan pergantian menteri-menterinya.

“Jadi Gubernur tidak memiliki hak prerogatif yang diatur secara konstitusional, itu beda. Yang memiliki hak prerogatif hanya presiden. Kapanpun presiden mau memberhentikan menterinya, kita tidak boleh protes karena itu pembantu presiden. Kepala dinas bukan pembantu gubernur, makanya tahapan pengangkatannya pun beda. Buktinya, pengangkatan Sekda itu melalui SK Presiden. Gubernur tidak memiliki hak prerogatif, hak ‘prerogatif’ gubernur itu diatur berdasarkan aturan-aturan yang ada. Misalnya kalau gubernur memiliki hak prerogatif, mestinya begitu dia dilantik dia dapat umumkan kepala dinasnya, kan itu tidak boleh. Harus enam bulan dulu. Itu membuktikan gubernur tidak memiliki hak prerogatif,” imbuhnya.

Tantang Lapor Komisi ASN

Sutrisno menilai ada unsur kesengajaan Gubernur Edy Rahmayadi melakukan pencopotan eselon II yang berusia 56 tahun agar tidak memiliki kesempatan untuk kembali mengikuti lelang jabatan. Untuk itu,Ia menantang para pejabatan eselon II yang dicopot segera melapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara karena tindakan yang dilakukan Edy Rahmayadi adalah lonceng kematian bagi ASN Sumatera Utara.

“Sudah lama saya memikirkan ini, kog mereka tidak ada reaksinya. Kita melihat ada kesengajaan gubernur mencopot orang yang sudah umur 56 tahun keatas sehingga dia tidak memiliki kesempatan lagi untuk lelang, itu sengaja dimatikan. Kecuali kalau sudah ada kesalahan fatal, kemudian menurut penilaian Komisi Aparatur Sipil Negara tidak lagi layak menduduki jabatan strategis. Jadi jangan karena ketidakpadahaman dan subjektivitas gubernur membuat tata kelola pemerintahan Sumatera Utara ini tidak stabil. Saya menantang pejabat eselon II yang dicopot untuk melapor kepada Komisi Aparatur Sipil Negara, untuk mempertanyakan apa alasan mereka dicopot. Mereka itu hasil lelang jabatan loh. Mereka itu sudah melalui tahapan hingga mencapai eselon II. Jadi apa yang sedang dibangun Edy Rahmayadi adalah lonceng kematian bagi ASN Sumatera Utara,” tegasnya. (Pnc1)

Edy RahmayadiGubsuKomisi Aparatur Sipil NegaraLonceng KematianMutasiPejabat Eselon IISutrisno Pangaribuan
Comments (0)
Add Comment