Tidak Ada Tanah Adat dan Tanah Raja di Tapanuli Selatan

PATROLINEWS.COM, Tapsel – Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT) Wilayah X Kota Padang Sidimpuan Zulkarnaen Hasibuan, SP menegaskan, khususnya di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan tidak yang namanya tanah adat dan tanah Raja.

Hal itu disampaikan Zulkarnaen Hasibuan, SP saat menerima audensi Ketua Komisi D DPRD Provinsi Sumatera Utara Sutrisno Pangaribuan bersama sejumlah Perwakilan Himpunan Masyarakat Nias (Himnas) Tabagsel, Kamis (21/2/2019).

“Khusus di Kabupaten Tapanuli Selatan sekarang tidak ada yang namanya tanah adat dan tanah raja, itu hanya isu saja,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi D DPRD Provinsi Sumatera Utara Sutrisno Pangaribuan mengatakan bahwa maksud kedatangannya bersama sejumlah perwakilan Himnas Tabagsel sebagai tindak lanjut kegiatan Reses yang dilaksanakannya di beberapa Kelurahan/Desa yakni Kelurahan Sangkunur Kec. Angkola Sangkunur, Dusun Aek Rontang Desa Bange Kec. Sayur Matinggi dan Dusun Subulu Tolang Desa Sihitang Kec. Sidimpuan Tenggara pada Januari 2019 lalu.

“Masyarakat menanyakan status lahan kebun dan permukiman masyarakat dimana banyak isu bahwa masih Hutan Lindung, HTR, Tanah Adat, dan Tanah Raja. Sementara mereka telah tinggal sudah lebih dari 30 tahun bahkan ada yang 45 tahun lebih menempati wilayah tersebut,” ujarnya.

Sutrisno Pangaribuan yang mendampingi warga mengatakan pada 6 September 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan. Dimana diharapkan bisa menyelesaikan dan memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan.

“Seperti tercantum dalam Pasal 8 ayat (2) ayat (1) berbunyi, mengeluarkan bidang tanah dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan, tukar menukar, memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial dan melakukan resettlement,” terangnya.

Sementara KUPT KPH Wilayah X Zulkarnaen Hasibuan meminta warga untuk menunjukan peta posisi lahan yang digarap selama ini. Setelah melihat peta posisi lahan, KUPT KPH Wilayah X Zulkarnaen Hasibuan memberikan penjelasan, bahwa lahan dari warga ini ada yang masuk kawasan hutan lindung dan hutan tanaman rakyat(HTR).

Ia mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penggunaan lahan yang dilaksanakan melalui jalur Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dan Perhutanan Sosial.

“Melalui program Reforma Agraria ini, pemerintah mengalokasikan kepemilikan lahan TORA dan pemberian legalitas akses Perhutanan Sosial kepada masyarakat bawah” katanya.

Ia menjelaskan perbedaan dari TORA dan Perhutanan Sosial. Jika TORA adalah hak milik atas tanah, maka Perhutanan Sosial pemberian hak pengelolaan, ijin usaha pemanfaatan, dan kemitraan kehutanan.

“TORA sebagai bagian dari Program Reforma Agraria ini berimplikasi pada perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi penggunaan lain. Untuk Perhutanan Sosial masyarakat sebagai pemegang izin dan pengelola HTR (Hutan Rakyat) diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Saya akan berupaya memperjuangkan semua permohonan Bapak Bapak yang hadir ini dalam rapat bersama Bupati Tapanuli Selatan Syahrul Pasaribu, supaya setatus lahan perkebunan dan permukiman sekitarnya bisa menjadi SHM atau minimal status Izin TORA sesuai prosedur dan syaratnya nanti,” ungkap Zulkarnaen Hasibuan.

Sutrisno Pangaribuan, ST yang juga Caleg DPRD provinsi Sumatera Utara dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Dapil Sumut 07 nomor urut 2 mengajak masyarakat yang hadir untuk tetap semangat, optimis dan secepatnya mempersiapankan persyaratannya.

“Semoga secepatnya terealisasi,” tukas politisi muda PDI Perjuangan ini. (Yustinus)

DPRD SumutHimnas TabagselKetua Komisi DSutrisno PangaribuanUPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT) Wilayah X Kota Padang Sidimpuan
Comments (0)
Add Comment