PATROLINEWS.COM, Medan – Media sosial diramaikan video Ketum PSSI yang juga Gubernur Sumut Edy Rahmayadi tampak menampar suporter PSMS Medan. Namun, belum lagi selesai masalah tersebut, kini Edy Ramayadi saat diwawancarai Kompas TV pada Senin (24/9/2018) juga malah melecehkan profesi wartawan dengan menyebutnya sebagai operator (link video wawancara https://youtu.be/5YX2s4GW8zQ).
“Melawan pers itu tidak pernah bisa menang. Menyebut wartawan sebagai operator, sebagaimana kita dengar dalam dialog di Kompas TV merupakan pernyataan penghinaan profesi wartawan. Profesi wartawan itu diakui di Indonesia sebagai profesi yang ikut menentukan kemajuan peradaban,” tegas Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, Senin (24/8/2018) kepada wartawan.
Lanjut politisi F-PDI Perjuangan itu, bahwa selain sebagai tindakan merendahkan profesi wartawan juga sebagai bukti bahwa Edy Rahmayadi sungguh-sungguh tidak memahami posisi dan peran wartawan dalam demokrasi.
Mantan Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kota Medan ini membandingkan sosok Presiden Joko Widodo dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dalam melayani kalangan wartawan.
“Sejak jadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga hari ini menjadi presiden, belum pernah sekalipun Jokowi marah, mengusir emak-emak, menampar, hingga menyebut wartawan sebagai operator. Jokowi selalu bercanda dengan wartawan, selalu berupaya mencairkan suasana, termasuk ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan sulit. Akan tetapi beliau selalu mampu membangun komunikasi tanpa amarah, tanpa kekerasan,” ungkapnya.
Pun demikian, tetap saja Jokowi disebut otoriter. Itulah ciri pemimpin sipil, yang mengedepankan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi, jabatan, tukasnya.
Selain telah menciderai profesi jurnalis, Sekretaris Komisi D DPR Sumut ini juga mengkritisi sikap Gubernur Sumut yang melakukan penamparan kepada suporter PSMS Medan di Stadion Teladan Medan pada Jumat (21/9/2018) lalu.
Dikatakannya, menyedihkan sekali ada pihak yang selalu menyebut pemerintahan Jokowi otoriter, sementara ada Gubernur yang tidak butuh waktu lama untuk menunjukkan karakter aslinya.
“Dilarang keras melakukan kekerasan, baik fisik, maupun verbal. Itu merupakan buah reformasi yang harus kita jaga. Siapapun tidak boleh melakukan kekerasan kepada anak, maka perlu dicek umur anak yang mendapat kekerasan ditampar, yang sudah beredar luas di media sosial. Kekerasan terhadap anak itu bukan delik aduan, maka direktorat PPA Polda, Komnas Perlindungan Anak, KPAI harus melakukan langkah konkrit,” tukasnya.
“Jika umur anak itu masih masuk kategori anak, maka Polda, harus melakukan penyelidikan tanpa laporan polisi,” tegas Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut. (Pnc-1)