PATROLINEWS.COM, Medan – Warga di Desa Pangkalan Masyhur menuduh Pemerintah Kota Medan secara sepihak mengakui lapangan sepak bola Sejati di Jalan Abdul Haris Nasution sebagai aset Pemkot Medan dengan memasang patok dan memasang papan di kawasan tersebut. Tudingan itu disampaikan Manajer POR Sejati saat audiensi dengan Wakil Ketua DPRD Medan H. Rajudin Sagala S.Pd. I di Gedung DPRD Medan, Senin (8/8/2022).
“Lapangan Sejati diserahkan kepada masyarakat oleh Belanda pada tahun 1949, hingga saat ini lapangan tersebut dikelola oleh masyarakat. Kini tiba-tiba Pemko Medan mengintai dan memasang papan,” kata Sunyoto, salah seorang warga. perwakilan yang juga merupakan pengelola POR Sejati.
Hingga saat ini, jika Pemko Medan ingin menggunakan lahan tersebut harus meminta izin kepada masyarakat melalui pengelola POR Sejati. “Jadi lapangan bola itu bukan aset Pemko Medan,” ujarnya dalam pertemuan yang juga dihadiri perwakilan warga lainnya Ridwan dan Yusuf Suwono, Sekretaris POR Sejati.
Dijelaskannya, pada tahun 2010, Pemerintah Kota Medan melalui Desa mendaftarkan tanah tersebut untuk memiliki sertifikat/menjadi bagian dari aset Medko Pemko, namun tidak melibatkan masyarakat. “Jadi prosesnya tanpa melibatkan masyarakat dan pengelola POR,” ujarnya.
Dikatakannya, pada 2010, melalui kantor desa, pihaknya telah mengeluarkan proposal sertifikat tanah. “Atas dasar itu, diklaim sebagai aset Pemko Medan. Bulan ketujuh (Juli-merah) ditandai dengan warna merah yang menyatakan aset Pemko dan dipasang papan tanda, tetapi masyarakat menolak,” katanya.
Padahal, kata Sunyoto, semua pemeliharaan lapangan, mulai dari pembuatan pagar hingga pemeliharaan rumput dan lain-lain, dilakukan oleh masyarakat melalui pengelola POR. “Jadi sampai sekarang kita yang mengelola,” Ujarnya.
Sementara itu, terkait rencana revitalisasi yang direncanakan DPRD Kota Medan, masyarakat sudah dihimpun oleh Dispora.
“Melalui diaspora, kami tiba-tiba dipanggil untuk merencanakan pengembangan POR Sejati. Padahal kami tidak pernah terlibat dari awal. Saat itu, masyarakat tidak setuju atau tidak setuju,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat khawatir lahan tersebut nantinya menjadi aset Pemda Medan bahkan akan semakin menyusahkan masyarakat yang kesulitan memanfaatkan lahan tersebut karena membutuhkan izin untuk masuk ke Dispora. “Selama ini kita bisa melakukan kegiatan dengan mudah, kalau dikendalikan oleh Pemko, kita khawatir akan sulit, kalau mau pakai perlu izin,” katanya.
Orang mengharapkan solusi yang baik untuk masalah ini. Warga pernah menawarkan kepada warga untuk tetap menjadi penanggung jawab lapangan meskipun lapangan tersebut sudah menjadi aset Pemda Medan, namun Pemprov Medan menolaknya. “Opsi itu pernah ditawarkan tapi ditolak Dispora,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Medan H. Rajudin Sagala menyarankan agar warga membuat surat keberatan yang nantinya menjadi dasar untuk mempertemukan Pemko dan masyarakat. “Kami akan berusaha mencarikan solusi terbaik, untuk itu kami meminta warga membuat surat keberatan,” ujarnya. (Pnc-1)