PATROLINEWS.COM, Medan – Kalangan anggota DPRD Sumut sangat menyayangkan sikap aparat kepolisian dalam menangani aksi demo Aliansi Mahasiswa Bersatu se-Kota Medan pada Kamis (20/9/2018) kemarin. Mereka meminta agar Kapolda dan Kapolrestabes Medan segera memproses hukum para oknum petugas terkait. Dewan mempertanyalan menilai pemberian 2 kelompok aksi dalam waktu Selain itu, pihak kepolisian diminta dapat mengantisipasi pasca insiden berdarah itu.
Menurut Anggota DPRD Sumut Nezar Djoeli saat dimintai tanggapannya oleh kru Patrolinews.com, Jumat (21/9/2018) terkait insiden berdarah demo mahasiswa mengatakan pihaknya turut prihatin atas insiden yang terjadi kepada mahasiswa.
Menurut Nezar, seharusnya aparat kepolisian harus bisa mengindentifikasi persoalan yang bakal terjadi dengan adanya dua massa yang berbeda tagline di lokasi aksi. Dimana seharusnya pihak kepolisian tidak menyetujui kelompok massa melakukan aksi secara bersamaan di waktu dan tempat yang sama.
“Walau sifatnya dalam melakukan aksi, polisi bukan sebagai pemberi izin karena sifatnya hanya pemberitahuan saja. Namun karena ada 2 unsur massa yang tujuannya berbeda dan dianggap berpotensi konflik seharus pihak kepolisian baik Polsek,Polrestabes Medan dan Polda Sumut memanggil pentolan dari kedua aksi itu. Dan diberi pengarahan agar memberi aksi dalam waktu yang berbeda dan diberi sanksi bila tidak mematuhi waktu yang sudah disepakati. Walau peristiwa itu diduga ditunggangi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab,” tukasnya.
Lanjut politisi Partai Nasdem ini lagi, pihak kepolisian dinilai lalai dimana mereka seharusnya dapat mengidentifikasi dari awal sehingga insiden berdarah itu tidak terjadi.
“Jadi kita anggap pihak kepolisian lalai, kenapa bisa terjadi pembiaran. Jadi kita sebagai wakil rakyat saat ini sedang mengumpulkan data-data untuk segera memanggil Polrestabes Medan dan Polda Sumut untuk mengingatkan agar personil yang ditempatkan dalam pengamanan kepada seluruh masyarakat bukan hanya mahasiswa dapat ditangani dengan benar dan baik sehingga terjadi lagi insiden berdarah,” tegasnya.
Ketua Komisi A DPRD Sumut ini juga meminta agar mahasiswa segera melaporkan peristiwa penganiayaan itu kepada DPRD Sumut dan Komnas HAM dengan disertai data-data yang kongkrit.
“Silahkan dilaporkan ke provost, ataupun Komnas HAM dan melalui dewan juga bisa tertapi lampirkan bukti-buktinya supaya dewan bisa memfasilitasi ke Kementerian Hukum dan HAM, bahwasanya hari ini telah terjadi perampasan hak azasi.Kalau ada bukti video dapat diberikan melalui CD karena kami dewan menunggu untuk dapat segera memanggil unsur terkait. Agar ini mejadi pelajaran dan Yurisprudensi di masa yang akan datang. Jadi silakan lapor dan kami tunggu. Kami segera akan memanggil pihak Kapolda Sumut, Kapolrestabes Medan dan Kapolsek Medan Baru dan seluruh jajaran yang terlibat.
“Jadi kita tidak mau ada keterpihakan polisi kepada salah satu kelompok massa menjadi dilakukan proses-proses pembiaran. Kita mau netral dan ini menjadi edukasi dimasa yang akan datang bahwasanya masing-masing pihak harus bisa menahan diri baik mahasiswa dan kepolisian. Kalau tidak bisa inilah contohnya semua dirugikan, mahasiswa luka dan polisi pun mendapat preseden buruk,” sebutnya.
Dikatakannya, memang Komisi A DPRD Sumut tidak harus menunggu laporan baru kami bisa melakukan pemanggilan namun kami tidak punya data, hanya dari pemberitaan media saja. Kalau kita mau bekerja optimal maka harus memiliki bukti-bukti jelas sehingga oknum-oknum terkait dapat diproses baik menjadi turun pangkat, pemindahan dan lain sebagainya. Kami memang akan menjadwalkan dalam waktu dekat dan kami minta bantuan wartawan juga memberikan data-data, nantinya itu kita putar kembali saat pada rapat dengar pendapat nanti, tutup Nezar.
Terpisah, Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan dari Fraksi PDI Perjuangan turut prihatin dan menyayangkan bentrok yang melibatkan para pihak yang melakukan aksi di lingkungan DPRD Provinsi Sumatera Utara.
“Setiap penyampaian aspirasi seharusnya tidak menggunakan kekerasan dalam bentuk apapun, baik verbal maupun non verbal. Perbedaan sikap, pandangan, hingga pilihan politik dijamin dan diberi tempat dalam ruang demokrasi Pancasila. Namun setiap perbedaan tidak seharusnya menghadirkan kebencian, amarah, permusuhan,” terangnya.
Sekretaris Komisi D DPRD Sumut itu menegaskan aspirasi dalam bentuk apapun tidak dapat dibungkam dengan cara apapun, termasuk sikap yang berbeda dengan pemerintah.
“Protes, kritik, evaluasi terhadap pemerintah dapat dilakukan oleh kelompok mahasiswa atau kelompok masyarakat secara terbuka. Akan tetapi setiap tindakan yang menimbulkan dan menghadirkan kebencian, amarah, dan permusuhan dari pihak lain juga tidak dapat dibenarkan.
Mantan Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Kota Medan ini menegaskan kepada orang atau kelompok orang tidak boleh dikriminalisasi. Setiap orang yang diamankan oleh Kepolisian, jika tidak cukup bukti melakukan tindakan melawan hukum, maka harus segera dilepaskan oleh kepolisian, dan diberi jaminan keamanan.
“Setiap pelaku kekerasan, siapapun, masyarakat, mahasiswa, bahkan aparat pemerintah, termasuk aparat kepolisian harus diproses secara hukum yang fair, adil dan transparan,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini meminta agar Kapolrestabes Kota Medan menjamin keamanan kota Medan pasca terjadinya bentrok kelompok masyarakat yang pro dan kontra pemerintah. Kapolrestabes diminta untuk mengejar setiap orang yang melakukan kekerasan, terutama aktor intelektual yang berada dibalik bentrok para pihak yang pro dan kontra pemerintah. (Pnc-1)